Kamis, 07 November 2013

Penegakan hukum mulai dari pegawai pajak



(Ditjen Pajak)

Bicara soal penegakan hukum untuk Wajib Pajak yang tidak mematuhi kewajibannya, maka itu harus dimulai dari pegawai Ditjen Pajak sendiri. Itulah pesan pakar hukum perbankan dan ekonomi, Pradjoto, dalam perbincangannya beberapa waktu lalu.Pradjoto mengakui dengan bukti kepatuhan pajak yang hanya 53 persen menunjukkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak sangat rendah, maka jawaban logis untuk itu adalah menegakkan aturan atau law enforcement."Tapi persoalannya bukan hanya apakah law enforcement berjalan atau tidak, karena persoalan tingkat kepatuhan Wajib Pajak tidak hanya dipandang dari apakah Wajib Pajak berniat membayar, namun juga apakah Wajib Pajak meyakini pajak yang mereka bayarkan akan bermanfaat untuk si wajib pajak, masyarakat dan negara," kata Pradjoto.Untuk itulah, di mata Pradjoto, terutama karena masih terus terjadinya pengelolaan dana pajak, law enforcement harus terlebih dahulu ditegakkan kepada aparat pajak.Caranya, tegakkan tata kelola yang baik (good governance) dan tegakkan budaya kerja yang kemudian menciptakan citra positif aparat pajak di mata masyarakat. Aparat pajak, kata Pradjoto, harus didesain sebagai individu pejuang negara yang bersih dan terpercaya. Jadi rendahnya pembayaran pajak bukan hanya karena Wajib Pajak yang nakal, tetapi juga dengan membersihkan Ditjen Pajak dari oknum-oknum aparat pajak yang nakal.Tak hanya ingin memulai law enforcement dari pegawai Ditjen Pajak, Pradjoto tidak setuju Ditjen Pajak melibatkan pihak-pihak luar lembaga itu untuk menyelesaikan persoalan pajak Wajib Pajak, termasuk debt collector.Dalam kerangka ini, Pradjoto menolak keras gagasan penggunaan penagih utang atau debt collector kepada para wajib pajak yang tak dapat atau tak mau memenuhi kewajiban pajaknya. "Penggunaan debt collector akan menimbulkan ekses negatif jauh lebih banyak dari pada manfaat yang diterimanya," kata Pradjoto.Menurut dia, Ditjen Pajak tak bisa menggunakan alasan keterbatasan SDM untuk memanfaatkan pihak ketiga dalam penyelesaian tagihan pajak masyarakat. Pradjoto justru melihat persoalan SDM yang terbatas dapat menjadi acuan untuk mengoreksi sistem pengelolaan dan rekrutmen pegawai."Jumlah pegawai aparat pajak yang rendah dibanding kebutuhannya ini berakar dari sistem penerimaan yang berbelit dan tidak memperhatikan kepentingan Ditjen Pajak," kata Pradjoto.Pradjoto mengusulkan agar Ditjen Pajak menerbitkan ketentuan khusus dari penyelenggara negara agar Ditjen Pajak leluasa merekrut pegawai baru dan mengganti pegawai-pegawai lama yang dalam catatan Ditjen Pajak bereputasi buruk.Jika keleluasaan ini didapat Ditjen Pajak, maka akan memberi satu langkah luar biasa bagi Ditjen Pajak, sehingga mungkin bisa mereformasi, membangun citra positif lembaga, dan menyelenggaraan good governance secara efektif.Di samping mesti tegas kepada internal sendiri, agar performa Ditjen Pajak yang tentu memerlukan instansi terkait lain, maka para mitra kerja Ditjen Pajak dalam law enforcement mesti mendapatkan kesepahaman yang sama mengenai pajak, demi menciptakan tindakan yang padu dan efektif sehingga pelanggaran pajak bisa ditekan pada batas paling minimal.Pemahaman yang sama itu secara khusus membidik Polri dan Kejaksaan. "Kedua lembaga ini harus mempunyai pemahaman teknis tentang pajak yang sama, agar bahasa teknis mereka sama sehingga tidak ada kasus yang menggantung atau digantung," kata Pradjoto.Tak hanya polisi dan jaksa, Pradjoto juga menyarankan pengacara memahami persoalan pajak. 'Para pengacara juga harus ditatar agar mereka mengerti dan bahasa hukum mereka bukan lagi bahasa bombastis yang enak dicerna telinga publik tapi kenyataannya bertentangan dengan ketentuan teknis perpajakan dan hukum," kata Pradjoto.Ini semua dilakukan agar fungsi penagihan pajak menjadi lebih efektif lagi. Tapi jika penagihan tak bisa lagi berjalan baik maka segeralah masuk proses penyidikan dan pemeriksaan.Pradjoto meminta penagihan pajak terus menerus dilalukan demi mengingatkan Wajib Pajak agar menutup peluang prilaku dan tindakan nakal.Menurut dia, Wajib Pajak, terutama pengusaha yang merupakan penyumbang dana pajak terbesar, harus dibuat nyaman dan diproteksi sehingga patuh membayar pajak, sekaligus senang hati dan rela membayarnya."Kalau pengusaha terus diinjak-injak dan dicurigai, maka pajak akan rendah. Dengan kata lain, kita butuh keseimbangan," kata dia.Dia meminta semua kalangan tak menganggap Wajib Pajak, termasuk yang berskala besar, sebagai bandit yang membuat mereka tidak nyaman. "Pengusaha justru perlu dilindungi dari prilaku-prilaku buruk seperti korupsi partai politik, pemerasan, kesulitan perijinan usahau, cepat berubahnya hukum, yang semuanya membuat pengusaha tidak nyaman," kata Pradjoto.Padahal di mata Pradjoto, pengusaha adalah sumber pendapatan pajak, sehingga tak elok jika terus ditekan.Intinya, Pradjoto ingin memulai sistem penegakan hukum dari institusi Ditjen Pajak sendiri. Sebaliknya, Wajib Pajak mesti ditempatkan pada layaknya pembeli di mata penjual.Dalam bahasa Pradjoto semua sisi harus tegak. Untuk itulah Pradjoko menolak mekanisme apa pun yang memaksa Wajib Pajak, termasuk penyanderaan kepada Wajib Pajak yang membandel tak mau menyelesaikan kewajiban pajaknya. Dia sama sekali menolak Ditjen Pajak mengambil mekanisme penyanderaan kepada Wajib Pajak yang belum menuntaskan kewajiban pajaknya."Penyanderaan tidak bisa dijalankan sebelum penagihan yang gagal diiringi surat pemaksaan. Oleh karena itu, law enforcement harus aktif dilakukan secara berurutan dan beri waktu cukup kepada Wajib Pajak untuk menyiapkan diri membayar pajak," kata Pradjoto.Dalam bagian lain, Pradjoto bersepakat bahwa siapa pun semestinya turut menegakkan hukum, termasuk mengadukan siapa pun yang sengaja mengemplang pajak. "Saya sendiri, lebih dari siap, karena kalau tidak melaporkannya, maka itu sudah berarti kita telah berkhianat kepada negara," tegas Pradjoto.Namun yang lebih menarik perhatian Pradjoto adalah membangun dan mengembangkan budayasadar pajak yang disebutnya jauh lebih besar dan positif manfaatnya ketimbang metode penyelesaian kewajiban pajak apa pun."Harus dibangun kesadaran bahwa pajak itu kewajiban masyarakat kepada negara. Tapi di sisi lain, aparat pajak harus lebih dulu bersih dan tidak menyalahgunakan wewenang," demikian ungkap Pradjoto.

COPYRIGHT © 2013

Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar